Fenomena yang Bernama “Menjaga Jodoh Orang”

Fenomena di lingkungan sekitar, platform media sosial dan media berita kadang dibanjiri berita-berita yang agak konyol namun disisi lain bisa menjadi motivasi dan menciptakan mitigasi risiko supaya Kita tidak terpeleset pada kejadian tersebut.

Untuk yang satu ini, bagi Kita yang tidak mengalaminya atau sedang berposisi sebagai penonton mungkin akan biasa saja dan menganggapnya lebay(berlebihan) namun, ketika Kita yang mengalaminya apakah akan tetap sama reaksinya? belum tentu dan semoga jangan.

Perkenalkan, kejadian ini berjudul “Menjaga Jodoh Orang”. Judul yang sangat sederhana terdiri dari 3 kata namun efeknya mengerikan. Bayangkan, jika suatu pasangan sudah menjalin kasih dan menjalani hubungan bertahun-tahun tetapi dikalahkan dengan mudah oleh 3 kata tersebut. Lima tahun pun bisa dikalahkan dengan tiga kata saja.

Banyak sudah yang mengalaminya ataupun bahkan calon-calon korbannya. Wanita atau Pria pun seakan mengimbangi dari jumlah korban. Peristiwa ini tidak pilih-pilih korban dari gender, usia, lama hubungan, garis keluarga dan rencana tunangan. Semuanya bisa dipatahkan dengan peristiwa ini. Membuat seakan putus asa, bingung, tak menerima kenyataan bahkan banyak juga yang memilih mengakhiri hidup. Berbagai macam efek yang dahsyat yang seharusnya di respon dengan positif walau sulit sekali memang.

Penyebabnya beragam, mulai dari ketidakpastian, perbedaan prinsip, retakan kecil, perlawanan dari orang tua, masa depan yang tak kunjung jelas, sudah menemukan orang lain, dijodohkan,  masa depan yang abu-abu, ekonomi dan berbagai macam masalah dari berbagai aspek sehingga yang mengalaminya pasti pusing. Setelah masalah itu semua muncul juga masalah bahwa Ia telah ditinggalkan. Lima detik setelah mendengar berita tersebut tak seorang pun mungkin bisa berfikir dan merespon positif karena efek kejut yang dihasilkan.

Peristiwa ini bukan akhir dari segalanya. Banyak yang masih menjalani hidup dengan normal dan melupakan semua yang telah terjadi. Intinya, soal peristiwa ini adalah tentang ketika mengalaminya. Bukan soal awalan atau setelah kejadiannya. Sederhana memang jika mengatakan “Jodoh tidak akan kemana!” atau jika dihibur dengan kata-kata yang sangat membuat kuping bosan yaitu “Kalau diperjuangin pasti Bisa” atau “Ikan dilaut ketemu sama sayur di gunung kok!” atau apapun itu sudah tidak akan mempan jika semua pasangan yang mempunyai rencana menikah sudah kenal dengan peristiwa ini. Lalu apa akhirnya? muncullah kata-kata tandingan “jalani dulu aja” atau kata-kata “ Manusia yang berusaha dan Tuhan yang menentukan”. Semua kata-kata itu tidaklah salah. Karena hakikatnya hidup itu berusaha melakukan yang terbaik dan berpasrah untuk ditentukannya jalan terbaik dari Yang Maha Kuasa,

Tapi, jika hal ini ditarik ke ranah komedi mungkin agak lucu. Akun-akun hiburan komedi sangat banyak membahas hal yang “konyol” ini dimana mempelai memeluk dan menenangkan mantannya ataupun cemburunya pasangan sang mempelai yang bertemu dengan mantannya di acara pernikahannya. Banyak lagi yang bisa kita temukan di berbagai media seakan menjadi konten wajib untuk “menakut-nakuti” pasangan-pasangan yang belum menikah.

Jangan banyak tertawa melihatnya, bagaimana jika itu terjadi pada Kita semua? siap-siap saja. Bagaikan sudah mencicil motor atau rumah bertahun-tahun namun barang tersebut tidak menjadi milik Kita. Kejam bukan? itulah dinamika kehidupan. Sudah banyak pengorbanan waktu, materi, energi, kepercayaan dan ternyata entah kemana.

Semuanya hanya bisa berusaha dan apakah Kita akan menjadi pemenang atau pecundang tidak apa-apa. Pembelajaran bukan hanya disaat mendapatkan namun mengikhlaskan pun seribu kali lebih sulit dari mendapatkan. Pelajaran lebih banyak didapatkan untuk selanjutnya bisa mendapatkan yang lebih baik.

@artzry

Banyak Cara untuk Bahagia dengan Satu Orang

Apa itu bahagia? Semua yang Kita inginkan bukan? Tak ingin juga jika tak bahagia bukan? Kebahagiaan terkecil pun layaknya satu potongan puzzle yang akan melengkapi hormon kebahagiaan.

Dengan kesendirian pun atau bahkan dengan apapun yang tidak mewah pun bisa berbahagia. Kemewahan pun tidak baku tolak ukurnya.

Jika sulit, kesederhanaan dan kecukupan serta bersyukur adalah instrumennya. Jdi tolak ukur pun berbeda bagi manusia yang diciptakan beragam beserta keadaannya.

Bahagia dengan satu orang? Bukan soal cinta yang mahal dan siapa orangnya, bahagia dengan satu orang itu fakta dan benar adanya. Kadang bukan soal kuantitas, tapi bahagia dengan kuantitas pun benar adanya.

Satu orang pun punya banyak cara dalam mengkonversi suatu yang simpel atau sederhana menjadi bermakna. Mereka juga bisa menyimpulkan apapun dengan cara yang istimewa di mata orang yang tepat.

Ingatlah bahwa kebahagiaan itu dinilai dari kualitas dan yang terpenting adalah kreativitas para penikmatnya.

Banyak orang-orang di sekitar kita atau yang menyukai kita pun belum tentu membawa kebahagiaan. Karena yang terpenting adalah kreativitas dalam mengkreasikan apa yang disebut kebahagiaan.

Mensyukuri adalah kunci bagi kebahagiaan. Hati yang lapang dan semua nikmat yang cukup pun menjadi saksi bahwa tiap orang itu sama. Ya, sama-sama bisa merasakan bahwa bahagia itu bukan soal kuantitas saja.

Sebagian manusia adalah pembohong dengan cara membohongi diri sendiri

Bohong itu dosa dan tak ada baiknya, siapa yang mau berbohong dan dibohongi? Apakah ada? Berbohong layaknya bom waktu yang akan meledak di kemudian hari.

Tapi yang lebih buruk adalah membohongi diri sendiri. Ya, Kita menjadi pelaku sekaligus korban. Parahnya lagi, kita tahu sedang berbohong dan kebohongan tuk berpura-pura tak mengetahui pun jelas tak mudah.

“Aku baik-baik saja”

“Tak apa-apa, ini mudah”

Apanya yang baik-baik saja? Apanya yang mudah? Jika tak baik-baik saja katakan tak baik-baik saja. Jika tak mudah, maka akui ini berat.

Berkata kebohongan itu mudah. Tapi berpura-pura tak mengetahui dan merasa baik saja itu berat. Siapa yang ingin begitu? Walau banyak pun nyatanya tak akan mau.

Teruntuk orang yang selalu berbohong pada diri sendiri pun rasanya berat dan tak ada gunanya. Kejujuran itu lebih dari sekedar jalan keluar jika sudah berkali-kali menemukan jalan buntu.

Mengapa tak mencoba jujur pada diri sendiri? Jika berat maka akui dan membuatnya mudah. Lebih baik, daripada harus tersiksa dan terhimpit dari kepura-puraan bukan?

Jujur memang berat, tapi selanjutnya Kita tak punya beban dan lebih menyadari bahwa semua tak bisa dibohongi lagi. Masih kuat kah?

Kita Berubah Sendiri atau Dirubah oleh Orang lain

Perubahan memang yang pasti diinginkan oleh orang-orang. Siapa yang tak mau berubah? dari yang buruk kepada yang lebih baik, dari situasi yang tak diinginkan menjadi yang ternyaman dan dari diri yang dirasa kurang menjadi diri yang mendapatkan nilai tambah. Seseorang pasti mendambakan perubahan demi orang yang ternilai di matanya.

Berubah memang di dasari oleh niat. Tak peduli seribu orang menahan, namun jika memang keinginan pun pasti akan mengalahkan. Pikirkan berapa orang yang mengharapkan untuk berubah? pikirkan juga mengapa Mereka selalu berteriak bahwa perubahan itu penting.

Suka tak suka fakta pun berbicara. Mereka bukan soal berteriak aja, tapi kepedulian itu nyata. Hanya saja tingkatkan niat dan kembali teruskan perubahan dalam diri sendiri. Egois harus di kesampingkan, satu orang yang berubah bisa berguna bagi ribuan orang di sekitarnya. Percayalah, ini bukan hanya untuk diri sendiri.

Jika tak mau? Mungkin lebih kepada dirubah oleh orang lain. Ya, dirubah oleh keinginannya, keputusannya, kehidupannya dan keras kepalanya. Ketika keinginan Kita terbentur dengan keinginan orang lain, ketika keputusan Mereka membuat Kita menjadi menjauh dari kehidupan, ketika sifat dan wataknya tak terbendung namun Kita masih belum bisa melepaskan dan apapun itu. Ya, Kita juga bisa dirubah oleh orang lain, keadaannya, situasinya dan segala macam barisan yang Mereka bawa saat bertemu dengan Kita.

Berubah atau dirubah, semua manusia pernah mencicipinya. Perubahan itu pasti, prosesnya mungkin berbeda serta ini cuma masalah waktu saja. Setiap perkataaan, perbuatan dan perubahan dalam diri hanya berbeda nama. Setiap keputusan, penyesalan, lingkungan pun hanya berbeda nama juga. Setiap hal yang tak terduga, hal yang tak diinginkan dan hal yang tak terencana pun datang dengan asal dan tujuan yang berbeda.

Berubah atau dirubah? yang jelas diinginkan atau yang tak diinginkan, tapi bukan berarti Kita tak bisa mencicipi keduanya bersamaan.

Belajar atau Mendapatkan Pelajaran

Belajar, setiap orang belajar dan mempunyai niat untuk belajar apapun. Nilai-nilai hidup dan setiap yang membentang di depan mata maupun terasa di sekitar adalah medianya. Sedari lahir pun Kita memang mempunyai kewajiban untuk memperlajari sesuatu secara langsung maupun tak langsung. Hal baru akan terus ada di depan Kita, Mata akan merekam apapun yang Kita harus lihat, sementara telinga akan mendengarkan cerita yang belum Kita dengan dan hati pun akan merasakan sensasi baru saat merasakan yang belum pernah dirasakan.

Belajar, belajar dan belajar. Masa depan harus disambut dengan Kita mengetahui rencana-rencana yang akan datang. Setidaknya Kita tahu dan mempelajari apa yang akan Kita lakukan? apakah Kita harus melakukannya lagi? apa yang menjadi pembeda nanti? siapa yang masih bersama? bagaimana? kapan? dan apapun itu. Visioner itu baik! perencanaan saat Kita masih hidup itu wajib.

Tapi jika tak belajar atau mempelajari sesuatu? sederhana saja, sekitar Kita pun yang akan mengajari Kita. Atau bahasa lainnya ialah Kita mendapat pelajaran. Ya, mendapat pelajaran dari masa lalu, kesalahan, sengatan kehidupan dan semua yang membuat Kita menyesali, menangis, merasa bersalah dan tak ingin mengulang serta pelajaran-pelajaran yang tak terduga dari sesuatu yang ta terduga.

Semua pasti bertransformasi dan informasi pun berpindah. Pelajaran dan nilai-nilai juga akan mengalir dari masa lalu ke masa depan, orang lain ke orang lain juga dan semuanya tak bisa di prediksi.

Dari sebuah sesuatu yang remeh pun faktanya bisa mengajari para manusia untuk tahu bahwa dirinya tak mengerti secara luas. Jadi, Belajar atau mendaapatkan pelajaran?

Pada Akhirnya Semua Akan Sendiri-sendiri

Semuanya ingin kebersamaan. Sepasang kekasih ingin selalu berdua. Seorang yang kesepian pun pasti memikirkan kebersamaan. Jadi siapa yang mau sendiri? Bercerita di tempat yang tenang dan sepi pun harus ada yang mendengarkan. Coretan di tembok dinding bangunan yang tak berpenghuni pun ditulis untuk di baca.

Interaksi dan komunikasi bisa melahirkan hubungan, bisnis, romansa, pertemanan dan apapun itu. Setidaknya mulut, mata, telinga dan semua indera akan berguna dan seperti semestinya dengan relasi lebih dari satu orang.

Bayi yang masih dalam kandungan pun menempel di rahim seorang wanita. Tak ada yang bisa berdiri dan muncul ke dunia ini sendirian. Manusia membutuhkan dan dibutuhkan, semua sudah jelas.

Namun benar memang suatu saat nanti, seseorang pun akan menyebar dan memiliki hidup yang lain. Kesendirian mulai tampak kembali. Ditinggalkan itu pasti baik langsung maupun tak langsung.

Normal saja jika ditinggalkan, karena mau bisa bisa meninggalkan dan di tinggalkan. Sadarlah bahwa kita sendiri pun telah meninggalkan teman lama, keluarga yang sudah berpisah, rekan yang lalu bahkan seorang gadis atau pria yang sudah tak dicintai.

Normal saja, semua pernah meninggalkan dan ditinggalkan. Karena memang pada akhirnya sendirian itu pasti pada akhirnya. Ada yang harus ditinggalkan, ada yang harus meninggalkan dan ada yang harus pada akhirnya sendirian lagi.

Bahkan pada akhirnya, jika memang sudah merasa puas, jika memang sudah harus melepaskan, jika memang harus menjauh, jika memang harus berpikir bahwa ini tak lagi sama, tak masalah dan normal saja. Karena memang Kita semua akan kembali sendiri-sendiri lagi. Tak ada ciptaanNya yang kekal. Jadi semua wajar dan biasakanlah untuk hari nanti.