Lupa Cara untuk Melupakan

Kita kadang sudah tersihir kenangan. Kita terlalu larut dalam pelukan masa lalu tanpa ingat tamparan perpisahan. Kita juga terlalu dekat dengan keindahan yang menipu, padahal kehancuran telah datang setelahnya.

Kita terlalu terpaku, kita juga terlalu menyandarkan diri dan memang benar adanya. Kesendirian itu nyata saat kehadiran telah tak nyata lagi. Bukan kah kita seharusnya menyadarinya?

Terlalu euforia dalam kata-kata dan mungkin ini kesalahan telinga-telinga kita yang tak bisa menyaring apapun. Kita dituntut waras walau ada seseorang yang membuat kita gila dalam hanyutan harapan.

Seberapa parahkah kita dibius dengan semua yang mengalir itu? Di tubuh kita sudah banyak bekas pelukan, di hati mungkin sudah terbuka dan di pikiran mungkin sudah dihipnotis oleh hal tak rasional.

Seberapa lekat dan dekatnya dulu? Sampai kita hanya bisa merasakan bekas yang tak lekas hilang? Terasa sampai saat ini dan menggunung tinggi.

Sadarlah semuanya sudah tak nyata, jadi masihkah mengharapkan sesuatu yang tak nyata? Ada namun hanya bekas dan jejak saja tanpa meninggalkan apapun. Jadi bagaimana?

Melupakan memang alamiah, namun usahanya kadang sulit dan kita seakan lupa karena terus menerus mengingat. Mengingat yang sudah melupakan kita bukan? Buat apa?

Jangan sampai kita lupa caranya melupakan. Jangan terlalu larut dan melihat selalu yang membekas.

Ini tak akan lama, lama tidaknya tergantung seberapa cepat kita melupakan.

‘Lupa’ lebih baik daripada ‘melupakan’

Ketika sudah berjuang tak mengingatnya. Ketika mencoba melupakan sekuat tenaga, hati dan pikiran. Ketika semuanya mendukung untuk menghapus memori terdahulu. Nyatanya semua masih dilakukan. Tahukah yang lebih sulit dari proses? Ya, kadang godaan atau rasa yang ingin masih mengingat tetap terus ada.

Siapa sangka? ini jelas merepotkan! niat dan rencana awal bisa gagal karena sedikit godaan yang bisa melemparkan diri kepada jalur perjuangan. Proses juga dapat berperan dalam berhasil atau tidaknya melakukan sesuatu. Kekuatan seseorang dilihat dari ketika Ia menjalankan proses. Bila terlena dalam buaian? seseorang dapat terlempar pada kegagalan.

Dalam melupakan sesuatu, tentunya ada banyak cara untuk meraihnya. Entah dengan sesuatu yang baru, entah dengan cara-cara lama, mencari kesenangan untuk menutupi derita, menghapus luka dengan lupa dan apapun itu. Faktanya, tidak semudah itu untuk mewujudkannya.

Bayangkan saja, bagaimana bisa melupakan seseorang yang telah menemani detik per detik? bayangkan saja bagaimana bisa melupakan tiap bekas genggaman, kecupan dan belaian dari seseorang yang dulu dikagumi? waktu dan tempat favorit yang dulu didatangi bisa menjadi saksi atas semua riwayat kebahagiaan.

Tapi memang benar, ada suka dan pasti ada pula duka. Semua itu wajar saja karena dinamika pasti berwarna dan tak sama. Dari awalnya mengagumi kemudian membenci. Apapun itu alasannya, mungkin setidaknya melupakan entah dengan cara baik ataupun tak baik.

Luka memang sakit, ketika sembuh maka tetap membekas. Jika tak menolehnya tetap saja ada bekasnya bukan? tapi mungkin dengan melupakan, semua akan sirna walaupun perlahan-lahan. Sedikit-sedikit pun juga tak masalah karena fase melupakan keburukan kisah lebih baik daripada tetap berada didalamnya.

Untuk melupakan, sebenarnya lupa itu lebih baik daripada melupakan. Mengapa? bukan soal waktu saja. Ini lebih kepada hasil yang benar-benar sudah memperlihatkan ketidakpedulian dengan kehancuran masa lalu. Move on itu jelas yang terpenting.

Karena jika sudah berproses melupakan dan mendapatkan hasil, sementara masih saja berniat melupakan maka itu tandanya masih belum terlihat daripada perjuangan yang baik. Mengapa? karena masih ‘berusaha’ melupakan dan cenderung tak kuat menahan ingatan-ingatan masa lalu. Bekas luka memang ada, tapi seharusnya biasa saja dan tak usah terjerat dalam memori yang kelam.

Lupa dan melupakan itu berbeda. Karena lupa itu hasil sedangkan melupakan itu proses atau bahkan masih terkurung kepada ketidakmampuan. Padahal sebenarnya, proses itu lebih baik dipercepat daripada terkesan memperlambat. Lupa yang harusnya menjadi tujuan, malah hanya melupakan, melupakan dan melupakan selalu.

Sampai kapan melupakan bisa menjadi lupa? Karena tanda terbaik dari melupakan adalah lupa. Dimana Kita sudah terbiasa karena biasa dan tahan banting. Sementara masih terkurung pada melupakan layaknya tak kuasa membendung sesuatu untuk dilupakan

Antara Memaafkan dan Melupakan

Melupakan belum tentu memaafkan dan memaafkan belum tentu juga melupakan. Kalau sudah meminta maaf, apakah bisa dilupakan kesalahannya? Sekalipun bersimpuh di sela kaki dan bahkan mencium kakinya? Belum tentu. Kadang memang memaafkan mudah tapi ada kata tetapi. Yaitu, tergantung sebesar apa kesalahannya.

Melupakan pun juga kadang butuh energi ekstra sebab satu kesalahan bisa berkali-kali waktu mengingatnya. Sedangkan kata maaf pun cuma kata-kata yang anak kecil pun bisa mengucapkannya. Lantas masalahnya itu melupakannya. Bagaimana caranya? Perbaiki dan yakinkan bahwa penyesalan atas semuanya itu.

Cara terbaik adalah menemukan sesuatu yang benar-benar layak menjadi alasan melupakan. Ketika telah menggores suatu kesalahan, goresannya pasti akan tetap dilihat oleh yang tergores. Namun, semua bisa dilupakan dengan cara membuatnya tak akan melihat goresan-goresan itu.

Rasa goresan tidak akan terasa jika sudah meluncurkan kata maaf dan diterima namun masih terlihat. Karena itu yang terpenting lebih baik jangan membuatnya menoleh kembali kepada goresan yang masih terlihat oleh mata hatinya.

Ini sangat sulit karena pada dasarnya melupakan itu terjadi di masa lalu yang benar-benar sudah terjadi alias menjadi memori. Berbeda dengan masa depan yang kita mempunyai dua pilihan yaitu berbuat salah atau tidak akan berbuat kesalahan.

Sebuah kesalahan itu memang sulit dilupakan. Bahkan kesalahan kecil yang menumpuk dan terus menerus memang membuat jengkel siapapun. Ada yang bilang kesalahan itu harus dimaafkan namun memaafkan tak sesederhana itu.

Dalam memaafkan tidak akan cepat prosesnya sekalipun oleh orang yang pemaaf sekali. Orang yang pemaaf hanya bisa memaafkan, belum tentu pandai untuk melupakan.

Sebaliknya, orang yang easy going atau mudah melupakan tidak bisa atau belum tentu juga mudah memaafkan. Baginya, melupakan it’s okay lah namun memaafkan itu berat sekalipun iya berkata “ya” namun siapa yang tahu? Kenyataannya memaafkan itu harus membutuhkan lapang dada yang kuat. Orang yang easy going pun punya hati dan bisa merasakan sakit.

Memaafkan dan melupakan adalah dua hal yang berbeda. Mereka berdua bermakna baik dan positif untuk menanggapi berbagai kesalahan. Namun menemukan orang yang sanggup melakukan keduanya sangatlah sulit.

Tetapi, jika Kita menemukan orang yang sanggup keduanya maka jangan berbuat kesalahan. Karena alasannya, Mereka juga bisa trauma dan mempunyai hati. Siapa yang tahu? Semua orang bisa berubah. Bukan dengan menemukan orang yang bisa memaafkan dan melupakan maka Kita harus sengaja melakukan kesalahan bukan? Mulai dari sekarang hindarilah berbuat kesalahan yang bisa dihindari. 

Coretan diatas keyboard