Apa yang salah dari mengakui Kesalahan?

Salah memang wajar walau berat mengakuinya. Kesalahan adalah bentuk manusiawi selama kita bisa menjadikannya pelajaran bukan keterpurukan melulu. Dan mengaku salah? Ini lebih baik.

Mengakui memang bentuk pertama dalam merespon. Mengaku lebih baik daripada pura-pura tak bersalah serta melempar kesalahan. Toh memang kita bisa berpotensi salah bukan?

Mengakui adalah bentuk pertama dan setelahnya kita memperbaikinya. Kesalahan adalah tempat belajar. Kesalahan harus ditanggapi secara bijak. Selama kita juga tak sengaja sih. Selama kita mau lebih baik bukan lebih buruk.

Malu memang sih, khilaf ya pasti. Namun setelahnya ada banyak opsi jalan untuk menguburnya. Memang sulit dilupakan walaupun hanya satu kesalahan. Setidaknya perbaiki sehingga kita hanya bisa mengingat diri yang lebih baik saat ini.

Sehingga kesalahan akan dilupakan kan? Tak apa jika masih ada mulut yang terbuka untuk menghina. Tak apa jika masih ada orang yang rela mengungkit cerita lama. Dan tak apa juga jika masih ada mereka yang merasa paling benar.

Toh kita semua pernah salah, tapi hanya sedikit yang mengakuinya bukan?

Salah untuk Belajar, bukan Belajar untuk Salah

Setiap kesalahan pasti berteman dengan depresi, penyesalan, rasa takut dan apapun yang negatif. Tak apa lah, namanya juga manusia.

Tak apa lah, karena memang pertama kali belum tentu bisa langsung menuju kebenaran. Kesalahan kadang adalah media kita untuk belajar.

Ketika kita salah atau melakukan kesalahan bukan berarti akan salah melulu. Karena sebagai jiwa manusia yang waras adalah belajar setelah salah atau setidaknya belajar dari kesalahan.

Kita salah untuk belajar,  bukan belajar untuk salah. Kalimat itu memang benar adanya. Siapa juga yang ingin salah melulu? Seseorang yang selalu salah pun tak masalah jika ingin belajar. Makin banyak kesalahan pun bisa makin banyak belajar dari semuanya.

Jangan terlalu dihakimi dan di cap sebagai kesalahan melulu. Tapi pandanglah seseorang yang belajar sebagai murid dalam pembelajaran yang dimana akan ada kesalahan sebagai para guru yang membimbing.

Belajar itu pasti didahului dengan kesalahan dan ketidaktahuan. Jadi untuk orang-orang yang sok benar, ini tidak berlaku. 

Kalau memang nanti tidak bisa bersama? lalu untuk apa kebersamaan selama ini?

Ada sebuah cerita tentang sepasang kekasih yang bernama Danny dan Nadia. Mereka berbincang-bincang asyik dan berbagi tawa sangat lepas. Mereka saling berbalas cerita diselingi tawa dua sejoli yang sedang manis-manisnya. Hingga tak terasa beberapa menit, suara tawa mulai perlahan-lahan menghilang dan reda.

Kenapa? ternyata Danny perlahan-lahan mengatakan sesuatu kepada Nadia tentang hal yang membuat Nadia yang sebenarnya periang menjadi kepikiran sesuatu. Nadia diam seribu bahasa karena kata-kata dari Danny.

Danny berkata padanya “Nadia, kalau Kita nanti nggak bisa bersama bagaimana?”

“Aku mau Kamu siap buat melanjutkan hidup jika memang Kita nggak lagi bisa bersama” Lanjut Danny.

Dua kalimat yang terucap dari mulut Danny itulah yang membuat Nadia yang biasanya riuh dalam berbicara menjadi diam tanpa kata. Nadia hening seketika dan berkaca-kaca matanya. Sungguh pertama kalinya Danny melihat Nadia yang terlihat kacau seperti ini.

Dengan beberapa menit berlalu diselingi air matanya yang jatuh, Nadia diselimuti banyak pikiran-pikiran layaknya Danny yang akan jenuh nanti dengannya, Danny menurutnya akan memilih wanita lain dan juga Danny akan pesimis dengan hubungan Mereka. Gadis itu sedang mengalami pergolakan dalam hatinya.

Dengan jari-jarinya yang sibuk menyeka air matanya Nadia akhirnya bersuara “Kalau Kita nggak bisa bersama lagi, buat apa kebersamaan Kita selama ini?”

Mata sayu Nadia memandangi mata Danny yang penuh rasa bersalah karena menanyakan pertanyaan konyol seperti itu.

“Kita udah bertahun-tahun, apa semua hidup cuma tentang datang dan pergi?” sambung Nadia dengan terisak-isak.

“Apa kebersamaan Kita nggak boleh abadi? walaupun Kita pasti akan mati” Lanjut Nadia lagi bertanya pada Danny.

Danny menjawab singkat dengan menenangkan Nadia “Kita pasti berusaha supaya selamanya, tapi kalau pada akhirnya berbeda?”

“Kalau Kamu bilang begitu, buat apa Kamu berusaha? buat apa Kamu datang ke kehidupan?” Tanya Nadia balik.

“Buat apa? kenapa nggak diam aja dalam hidup?” Tanya Nadia lagi.

“Karena menurut Kamu segalanya akan percuma kan? iya kan?” Tanya Nadia terakhir bertanya sembari melepaskan tangan Danny dan pergi.

Danny tak bisa menjawabnya, ternyata Nadia memang sangat mencintainya. Danny merenung sejenak tanpa bisa menghindarkan kepergian Nadia yang meninggalkannya barusan. Danny merasa aneh, pesimis, sedih dan bingung dengan dirinya sendiri bersama Matahari yang tenggelam sore ini.

#

Sebuah cerita yang memang pasti dialami kepada setiap pasangan. Bukan karena alur cerita namun lebih kepada makna dari kata-kata yang terucap. Siapa? Danny? atau Nadia? keduanya. Danny memang terlihat terlihat pesimis, namun lebih dari itu Dia hanya ingin menanggapi takdir dengan bijak. Danny bukan membuang kesetiaan kepada Nadia, namun Danny hanya mengumpamakan dengan kata pengandaian yang lebih visioner. Danny hanya tidak bisa menjawab pertanyaan Nadia yang ternyata memandang sesuatu yang Ia kira benar ternyata salah. 

Kesalahan Danny hanyalah terlalu cepat menyimpulkan dan mengungkapkan. Padahal tidak perlu berpikir berlebihan juga. Semua sesuatu pasti ada kemungkinan-kemungkinan sesuai dan tidak sesuai dengan rencana. Oke, Kita boleh menggunakan pemikiran tersebut namun jangan terlalu jauh dalam bayang-bayang kegagalan.

Banyak memang pasangan yang memang akhirnya tidak ditakdirkan untuk bersama. Tapi jangan hanya berpikir tentang semua orang yang gagal saja. Ada baiknya digunakan dalam mewaspadai saja untuk membangun semuanya supaya lebih baik. Lihatlah semua yang berhasil juga untuk memotivasi dan haruslah berimbang dalam menentukan sisi berhasil atau tidak berhasil. Intinya berusahalah dahulu dimana saat ini sedang berlangsungnya usahamu juga.

Nadia hanyalah gadis dengan tipe berusaha dan tidak ingin pesimis. Ia melihat sesuatu dengan usahanya dan berprinsip bahwa hasil tak akan mengkhianati usaha tiap-tiap orang. Nadia selalu optimis hanya saja ketika semua tidak bisa sesuai pada rencana, Nadia akan pasti bersedih sangat dalam.

Sebenarnya wajar saja jika bersedih disaat kehilangan namun semua ada batasan-batasan yang jangan sampai membuat diri sendiri menjadi lemah.

Memang tidak akan ada yang baik-baik saja jika seseorang yang terbaik telah meninggalkan. Namun semua ditakdirkan untuk baik kembali dan berhak bahagia kembali. Kehilangan satu orang? didunia ini masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang belum diperlihatkan.

Baik Danny dan Nadia memang wajar saja memandangnya. Karena pasangan hidup memang misteri, tugas setiap orang hanyalah berencana, menjalaninya dan menanggapi hasilnya dengan bijak.

Ketika sedang berusaha, jangan meninggikan hasil! fokus saja demi dirinya dan buatlah yang terbaik baginya. Untuk segala kebersamaan dalam waktu yang lama harus dipertahankan dan disyukuri bukan untuk dipertanyakan nanti-nantinya. Segalanya perlu direncanakan namun tak perlu meletakkan diri pada bayangan kegagalan masa depan.

Jika Ia bertanya “Kalau memang nanti tidak bisa bersama bagaimana?

Maka jawablah “lalu untuk apa kebersamaan selama ini?”

Menyalahkan Diri Sendiri Itu Kesalahan yang Salah

Ketika kesalahan sudah terjadi, penyesalan dan rasa bersalah akan mendatangimu dan menerormu. Tapi baiklah, damaikanlah saja. Jangan terlalu dimusuhi. Kalau saling bermusuhan dengan dirimu yang lama nanti dirimu yang sekarang juga kena lukanya.

Jika Kamu memusuhinya, maka terlihat akan semakin rumit mengerubungi dirimu. Satu, dua atau bahkan tiga hari akan selalu mengganggu. Memang sangat wajar jika kesalahan tersebut Kamu yang membuatnya. Memang sangat wajar juga jika benci untuk memaafkan diri yang payah.

Tapi jika sudah menyalahkan diri sendiri bagaimana? Maafkanlah saja dirimu yang sedang lemah itu. Jangan malah menghakimi dirimu yang akan membuatmu menuju jurang penyesalan. Kamu tak akan bisa mendaki keluar! Kamu hanya diam di sisi dasar sambil menggerutu ini dan itu. Percuma saja!

Menyalahkan diri sendiri kadang wajar jika baru awalnya merasakan kesalahan. Tapi jika setiap waktu berjalan? Tak akan normal. Percayalah! Kamu akan merasa selalu salah setiap melangkah perlahan dan melakukan apapun. Padahal waktu sudah menunjukkan perbedaan ruang yang nyata kok. Lalu?

Berdamailah dengan kesalahan. Maafkan lah dirimu layaknya mencintai dirimu sendiri. Kamu diciptakan bukan untuk disalahkan oleh dirimu. Kamu juga bukan diciptakan untuk menyalahkan diri sendiri. Tapi Kamu diciptakan untuk kuat berjalan setelah berbagai kesalahan menembus dirimu.

Kesalahan pasti terjadi dan wajar. Tapi menyalahkan terus menerus itu tak wajar. Semua bisa bangkit. Mereka akan heran dan menertawakanmu jika Kamu hanya bisa menyalahkan dirimu saja.

Apa gunanya menyalahkan? Hanya akan merasa semakin bersalah bukan? Berhenti menyalahkan dan jadilah pelajaran untuk Kamu yang sedang melangkah. Dan semoga tak terhenti lagi bersama dirimu yang baru. 

#Rantai menyalahkan akan terputus

Antara Memaafkan dan Melupakan

Melupakan belum tentu memaafkan dan memaafkan belum tentu juga melupakan. Kalau sudah meminta maaf, apakah bisa dilupakan kesalahannya? Sekalipun bersimpuh di sela kaki dan bahkan mencium kakinya? Belum tentu. Kadang memang memaafkan mudah tapi ada kata tetapi. Yaitu, tergantung sebesar apa kesalahannya.

Melupakan pun juga kadang butuh energi ekstra sebab satu kesalahan bisa berkali-kali waktu mengingatnya. Sedangkan kata maaf pun cuma kata-kata yang anak kecil pun bisa mengucapkannya. Lantas masalahnya itu melupakannya. Bagaimana caranya? Perbaiki dan yakinkan bahwa penyesalan atas semuanya itu.

Cara terbaik adalah menemukan sesuatu yang benar-benar layak menjadi alasan melupakan. Ketika telah menggores suatu kesalahan, goresannya pasti akan tetap dilihat oleh yang tergores. Namun, semua bisa dilupakan dengan cara membuatnya tak akan melihat goresan-goresan itu.

Rasa goresan tidak akan terasa jika sudah meluncurkan kata maaf dan diterima namun masih terlihat. Karena itu yang terpenting lebih baik jangan membuatnya menoleh kembali kepada goresan yang masih terlihat oleh mata hatinya.

Ini sangat sulit karena pada dasarnya melupakan itu terjadi di masa lalu yang benar-benar sudah terjadi alias menjadi memori. Berbeda dengan masa depan yang kita mempunyai dua pilihan yaitu berbuat salah atau tidak akan berbuat kesalahan.

Sebuah kesalahan itu memang sulit dilupakan. Bahkan kesalahan kecil yang menumpuk dan terus menerus memang membuat jengkel siapapun. Ada yang bilang kesalahan itu harus dimaafkan namun memaafkan tak sesederhana itu.

Dalam memaafkan tidak akan cepat prosesnya sekalipun oleh orang yang pemaaf sekali. Orang yang pemaaf hanya bisa memaafkan, belum tentu pandai untuk melupakan.

Sebaliknya, orang yang easy going atau mudah melupakan tidak bisa atau belum tentu juga mudah memaafkan. Baginya, melupakan it’s okay lah namun memaafkan itu berat sekalipun iya berkata “ya” namun siapa yang tahu? Kenyataannya memaafkan itu harus membutuhkan lapang dada yang kuat. Orang yang easy going pun punya hati dan bisa merasakan sakit.

Memaafkan dan melupakan adalah dua hal yang berbeda. Mereka berdua bermakna baik dan positif untuk menanggapi berbagai kesalahan. Namun menemukan orang yang sanggup melakukan keduanya sangatlah sulit.

Tetapi, jika Kita menemukan orang yang sanggup keduanya maka jangan berbuat kesalahan. Karena alasannya, Mereka juga bisa trauma dan mempunyai hati. Siapa yang tahu? Semua orang bisa berubah. Bukan dengan menemukan orang yang bisa memaafkan dan melupakan maka Kita harus sengaja melakukan kesalahan bukan? Mulai dari sekarang hindarilah berbuat kesalahan yang bisa dihindari. 

Coretan diatas keyboard