Berteman dengan Selektif itu Kesombongan?

Berteman bisa dengan siapapun dan dengan yang diinginkan saja. Intensitasnya sih berbeda-beda walau nyatanya teman diidentikkan dengan siapapun yang selalu dekat. Kedekatan sebagai teman itu berbeda dengan sekedar kenal dengan mengucapkan say hello saja saat berpapasan.

Kalau berteman dengan memilih-milih? Sebenarnya alasannya lebih kepada mengapa Kita memilih Dia atau si Dia? Mengapa tidak mau dekat dengan si Dia dan berteman? Tentu alasannya berbeda-beda. Setiap orang pasti mengenal lingkungannya dan tahu orang-orang sekitar.

Banyaknya orang yang bisa memberikan pengaruh buruk atau toxic juga bertebaran selain orang yang baik juga. Kalau menggunakan alasan ini, jelas tidak salah. Berteman dengan selektif alias memilih dengan suatu pertimbangan dan standar dibutuhkan demi menjauhkan kerugian.

Selain itu, memantaskan diri sendiri untuk berteman dengan seseorang juga merupakan sifat tahu diri. Satu yang harus dihilangkan dari sifat selektif ialah berprasangka buruk dan hanya mendengar dari cerita orang. Dekatilah dulu seseorang sampai sifat aslinya terkuak dan bolehlah bersifat selektif.

Jangan hanya mendengar katanya dan katanya. Sebab alasan nyata haruslah di dapat dari kenyataan sifat seseorang. Satu hal lain yang memang menjadikan arti selektif itu negatif ialah karena hanya mempertimbangkan kelayakan berteman dengan materi dan alasan yang tidak manusiawi.

Tidak menjadikan semuanya teman itu tidak masalah. Karena yang terpenting hanyalah menyapa dan berhubungan baik. Jika seseorang tidak merasa pas dengan calon temannya, jarak dibutuhkan dengan tidak menyulut api permusuhan.

Jika tetap ingin berteman dengan orang yang seperti itu? Warnailah tanpa terpengaruh. Sadarkan dan kembalikan kepada makna manusia yang sebenarnya.  Selektif atau tidak itu hanyalah opsi dalam berteman dan sangat berbeda dengan permusuhan.

Berusaha menjadi orang yang ingin tahu dan terbuka akan semua orang menjadi kewajiban dalam menjalani pertemanan.

Teman atau Pasangan?

Pilihan dari judul diatas sangat klasik! semuanya bebas dan berbeda dalam menjawabnya. Ketika teman terasa menyebalkan pasti akan memilih pasangan. Namun ketika pasangan terasa membosankan, semua memilih berkumpul kepada teman. Ketika sedang haus cinta pasti memilih pasangan dan ketika sedang ingin hiburan pasti berlari kepada teman.

Ketika asyik bertemu dengan teman lama, kadang obrolan masa lalu lebih asyik daripada membicarakan masa depan hubungan dengan pasangan yang tak kunjung jelas. Lalu disaat mengadu, rata-rata lebih memilih pasangan karena alasan rahasia dan tidak akan menyebar layaknya kepada teman-teman. Saat sedang butuh membunuh sepi, teman-teman siap menghibur namun pasangan lebih tahu.

Keduanya bisa, pilih saja dan rasakan mana yang lebih enak? mana yang lebih nyaman? entahlah, kadang semua orang memprioritaskan pasangan dan teman sesuai dengan kebutuhannya. Sangat kurang bisa disimpulkan dan dijelaskan mengapa. Mereka juga punya kekurangan tapi Mereka pun punya dunia masing-masing.

Berbagai opini selalu memperdebatkan hal ini. Tidak apple to apple sih tapi menarik jika seseorang mengalaminya. Bukan sekedar beropini tanpa merasakannya, seseorang harus masuk ke dalam lingkaran pilihan tersebut. Ada yang memilih teman dan ada juga yang memilih pasangan. Sebenarnya fungsi kehadiran Mereka bisa dibilang berbeda sekalipun jika sedang lelah semua orang bebas memilih kepada siapa Ia datang.

Menempatkan pertemanan dan asmara kepada posisinya tak mudah. Seorang teman kadang rindu berkumpul karena temannya lebih asyik kepada pasangannya.

“Lupa ya sama temen kalo udah punya pacar!” Salah satu kalimat yang sering terucap di dunia nyata, novel, cerita fiksi dan bahkan pengalaman sebagai korban atau pelaku.

“Kenapa lebih asyik dan milih temen sih!?” Ucap seorang pasangan yang kadang heran dengan si Pria. Pasangannya lebih memilih bermain dengan temannya hingga lupa waktu.

Bingung? semua juga sama. Sisi lingkungan pertemanan dan asmara selalu muncul dan dibutuhkan. Tak bisa memadamkan salah satunya apalagi keduanya. Teman membantu dalam perjalanan hidup begitu pula pasangan yang membantu perjuangan dalam hidup yang posisinya berbeda.

Ketika pasangan yang mengerti, perhatian dan menerima apa adanya dihadapkan dengan teman yang memiliki solidaritas, selalu membantu dan mempunyai kepedulian tinggi lalu bagaimana cara memilihnya? atau Mereka lah yang harusnya memilih? Mempunyai teman yang sejati dan memiliki pasangan yang mencintai adalah anugrah. Menghapus salah satu dari Mereka bukanlah bentuk bersyukur.

Tidak usah pusingkan dan permasalahkan. Kadang hidup butuh kebingungan, sindiran dan pilihan. Pilihan bukan cuma memilih satu dan membuang semuanya. Pilihan tergantung kepada siapa yang didahulukan sesuai waktu dan posisinya tanpa melupakan pilihan lainnya. Mereka juga punya kehidupan. Teman-teman juga mempunyai pasangan dan teman juga.

Meletakkan pada posisi pertama, kedua, ketiga dan seterusnya pada sebuah keadaan. Hanya perlu menggesernya sedikit tanpa harus menghapusnya.

Dan begitulah seterusnya.

Body Shaming yang Tertutup Keakraban

Saat akrab itu biasanya lekat sekali dengan kehangatan, candaan dan ejekan-ejekan yang bersifat kedekatan. Contohnya sih beragam namun banyak yang bilang bahwa jika sudah dekat alias menjalin persahabatan itu tidak boleh tersinggung dan biasa saja.

Sebaliknya, jika belum terlalu dekat atau bersahabat maka segala omongan, topik dan bercanda akan menyinggung. Jadi sebenarnya ini lebih kepada keakraban dan kedekatan emosional yang bisa menghilangkan rasa marah, tersinggung serta rasa sakit hati.

Untuk panggilan akrab, banyak sekali sih yang ucapan seperti “Hey Tem Ireng” alias untuk memanggil orang yang berkulit hitam. Lalu “Ndut kemana aja” alias untuk memanggil orang yang memiliki badan gemuk. Juga kalimat sapa “Pendek banget, kalo ciuman susah lho” ditujukan bagi yang bertubuh pendek.

Kalau dalam circle atau lingkungan pertemanan mungkin secara langsung biasa saja. Namun jika sudah diluar lingkaran pertemanan atau lingkungan umum, apakah masih akan biasa saja? kadang kalimat seperti itu memang berkamuflase.

Istilah atau kalimat-kalimat diatas dikenal dengan body shaming alias menjelek-jelekkan atau mengomentari orang lain melalui objek fisik. Percaya atau tidak ya memang begitu adanya. Karena panggilan-panggilan tadi juga berdasarkan objek fisik bukan? “gendut, Hitam dan pendek” itu semua termasuk fisik.

Lantas apa bedanya body shaming dalam lingkungan pertemanan dan lingkungan umum? sebenarnya jika dibiarkan salah sekali karena nantinya akan berlanjut sampai ke lingkungan manapun dan akhirnya panggilan body shaming menjadi lumrah.

Memanggil seseorang dengan akrab bisa diganti dengan panggilan lain dan tak harus dengan ciri-ciri fisik. Walaupun sebagian pemanggil berkata “Ya ampun jadi orang kok baper?” atau “Biasa aja dong!” ya wajar saja karena sudah tradisi dan dibiarkan.

Bahkan untuk orang yang dipanggil dengan panggilan body shaming pun seakan tidak masalah. Mereka beranggapan bahwa tidak boleh membawa perasaan atau wajib menghilangkan rasa sakit hati dalam ruang lingkup pertemanan yang sebenarnya belum tentu Mereka menerimanya dan beralasan bahwa persahabatan tidak boleh hancur hanya karena rasa tersinggung.

Inilah titik temu mengapa tradisi body shaming yang dilarang secara umum akan dimusuhi jika muncul di publik namun panggilan body shaming terasa akrab dan bahkan dijadikan teman oleh lingkaran persahabatan.

Sebuah panggilan layaknya bukan terkait dengan kekurangan maupun fisik namun dengan kelebihan dan sisi baik, karena teman adalah yang terbaik.

#Cerita teman-teman yang dituangkan dalam tulisan