Tak perlu dengar kata Mereka? semudah itu kah?

Ketika seseorang berkata “Tidak perlu mendengar kata Mereka!”

“Cukup fokus saja!” Lanjut Mereka.

Ya memang sih benar. Terima kasih atas motivasinya, namun jangan berharap ini bisa dilakukan dengan mulus dan sukses ya! karena memang faktanya Kita masih memiliki dua telinga. Kalau begitu tutupi saja kedua telinga dengan tangan! Hey, apakah bisa setiap waktu ditutupi? Walaupun sudah berusaha tak mendengar tapi tetap saja ingat sepanjang hari soal omongan orang lain.

Bermacam-macam kok seperti hinaan, cacian, sindiran, kritik tak berdasar dan segala macam perkataan yang destruktif. Mau sok melupakan atau kebal dengan tidak mendengarkan juga rasanya percuma. Karena memang kata orang-orang bahwa “kata-kata itu lebih membunuh daripada senjata” dan akan diingat selalu serta sulit dilupakan.

Untuk bersifat tak peduli dengan ribuan mulut tak bisa begitu saja mudah diterima dengan satu otak, satu hati dan satu pikiran. Bayangkan saja, dalam satu kalimat bisa bercabang kepada efek pemikiran yang berkepanjangan dalam diri. Terus berkontraksi hingga akan terpikirkan terus berhari-hari,per jam, per menit dan bahkan per detik.

Kondisi ini memang efek dampak dari sebuah perkataan. Pertama, ketika kondisi diri merasa kuat namun, beberapa hari kemudian pasti akan terpikirkan kembali. Kedua, fase dimana ucapan yang tak mengenakkan akan terbayang sebagai yang pasti terjadi padahal belum tentu. Ketiga, memang perasaan tersinggung itu bisa dari mana saja termasuk kalimat yang tak disengaja.

Jika melihat lagu, buku atau judul opini sih memang mudah. Optimis boleh saja dan baik bagi diri Kita dalam melawan perkataan sampah. Namun, realistis kadang diperlukan untuk menyadari atau sekedar mengungkapkan bahwa ini sulit. Tidak, bukan menyerah! hanya saja ingin mengutarakan bahwa ini sulit sekali.

Kalimat seseorang bisa berdampak menghancurkan semangat dalam diri seseorang. Pernah dengar kecemasan? pikiran berlebih (overthinking)? atau depresi dan efek kriminal? dari mana itu berasal? bukan dari sebilah pisau, bukan dari alat atau benda-benda tajam dan berbahaya. Namun, semua itu dimulai dari kalimat yang mengganggu.

Kata-kata itu tak bisa dilihat, hanya bisa didengar. Mereka bergerak senyap masuk ke telinga menuju mood dalam hidup, Mereka bisa bersifat menguatkan atau melemahkan. Jika kepada para pejuang, orasi yang mengandung kata-kata  itu bisa meningkatkan semangat. Namun, kata-kata juga bisa melemahkan dalam diri manusia.


Bukti-bukti suatu kata-kata memang dahsyat. Tak perlu sok kuat untuk tak terganggu dengan kata orang lain. Menyerah dan terus fokus memang harus dijalani. Namun, untuk mengakui atau sekedar bercerita bahwa ini sulit juga harus diakui bukan? teruslah kuat dan jika merasa lelah, maka ungkapkanlah.

Kalau memang nanti tidak bisa bersama? lalu untuk apa kebersamaan selama ini?

Ada sebuah cerita tentang sepasang kekasih yang bernama Danny dan Nadia. Mereka berbincang-bincang asyik dan berbagi tawa sangat lepas. Mereka saling berbalas cerita diselingi tawa dua sejoli yang sedang manis-manisnya. Hingga tak terasa beberapa menit, suara tawa mulai perlahan-lahan menghilang dan reda.

Kenapa? ternyata Danny perlahan-lahan mengatakan sesuatu kepada Nadia tentang hal yang membuat Nadia yang sebenarnya periang menjadi kepikiran sesuatu. Nadia diam seribu bahasa karena kata-kata dari Danny.

Danny berkata padanya “Nadia, kalau Kita nanti nggak bisa bersama bagaimana?”

“Aku mau Kamu siap buat melanjutkan hidup jika memang Kita nggak lagi bisa bersama” Lanjut Danny.

Dua kalimat yang terucap dari mulut Danny itulah yang membuat Nadia yang biasanya riuh dalam berbicara menjadi diam tanpa kata. Nadia hening seketika dan berkaca-kaca matanya. Sungguh pertama kalinya Danny melihat Nadia yang terlihat kacau seperti ini.

Dengan beberapa menit berlalu diselingi air matanya yang jatuh, Nadia diselimuti banyak pikiran-pikiran layaknya Danny yang akan jenuh nanti dengannya, Danny menurutnya akan memilih wanita lain dan juga Danny akan pesimis dengan hubungan Mereka. Gadis itu sedang mengalami pergolakan dalam hatinya.

Dengan jari-jarinya yang sibuk menyeka air matanya Nadia akhirnya bersuara “Kalau Kita nggak bisa bersama lagi, buat apa kebersamaan Kita selama ini?”

Mata sayu Nadia memandangi mata Danny yang penuh rasa bersalah karena menanyakan pertanyaan konyol seperti itu.

“Kita udah bertahun-tahun, apa semua hidup cuma tentang datang dan pergi?” sambung Nadia dengan terisak-isak.

“Apa kebersamaan Kita nggak boleh abadi? walaupun Kita pasti akan mati” Lanjut Nadia lagi bertanya pada Danny.

Danny menjawab singkat dengan menenangkan Nadia “Kita pasti berusaha supaya selamanya, tapi kalau pada akhirnya berbeda?”

“Kalau Kamu bilang begitu, buat apa Kamu berusaha? buat apa Kamu datang ke kehidupan?” Tanya Nadia balik.

“Buat apa? kenapa nggak diam aja dalam hidup?” Tanya Nadia lagi.

“Karena menurut Kamu segalanya akan percuma kan? iya kan?” Tanya Nadia terakhir bertanya sembari melepaskan tangan Danny dan pergi.

Danny tak bisa menjawabnya, ternyata Nadia memang sangat mencintainya. Danny merenung sejenak tanpa bisa menghindarkan kepergian Nadia yang meninggalkannya barusan. Danny merasa aneh, pesimis, sedih dan bingung dengan dirinya sendiri bersama Matahari yang tenggelam sore ini.

#

Sebuah cerita yang memang pasti dialami kepada setiap pasangan. Bukan karena alur cerita namun lebih kepada makna dari kata-kata yang terucap. Siapa? Danny? atau Nadia? keduanya. Danny memang terlihat terlihat pesimis, namun lebih dari itu Dia hanya ingin menanggapi takdir dengan bijak. Danny bukan membuang kesetiaan kepada Nadia, namun Danny hanya mengumpamakan dengan kata pengandaian yang lebih visioner. Danny hanya tidak bisa menjawab pertanyaan Nadia yang ternyata memandang sesuatu yang Ia kira benar ternyata salah. 

Kesalahan Danny hanyalah terlalu cepat menyimpulkan dan mengungkapkan. Padahal tidak perlu berpikir berlebihan juga. Semua sesuatu pasti ada kemungkinan-kemungkinan sesuai dan tidak sesuai dengan rencana. Oke, Kita boleh menggunakan pemikiran tersebut namun jangan terlalu jauh dalam bayang-bayang kegagalan.

Banyak memang pasangan yang memang akhirnya tidak ditakdirkan untuk bersama. Tapi jangan hanya berpikir tentang semua orang yang gagal saja. Ada baiknya digunakan dalam mewaspadai saja untuk membangun semuanya supaya lebih baik. Lihatlah semua yang berhasil juga untuk memotivasi dan haruslah berimbang dalam menentukan sisi berhasil atau tidak berhasil. Intinya berusahalah dahulu dimana saat ini sedang berlangsungnya usahamu juga.

Nadia hanyalah gadis dengan tipe berusaha dan tidak ingin pesimis. Ia melihat sesuatu dengan usahanya dan berprinsip bahwa hasil tak akan mengkhianati usaha tiap-tiap orang. Nadia selalu optimis hanya saja ketika semua tidak bisa sesuai pada rencana, Nadia akan pasti bersedih sangat dalam.

Sebenarnya wajar saja jika bersedih disaat kehilangan namun semua ada batasan-batasan yang jangan sampai membuat diri sendiri menjadi lemah.

Memang tidak akan ada yang baik-baik saja jika seseorang yang terbaik telah meninggalkan. Namun semua ditakdirkan untuk baik kembali dan berhak bahagia kembali. Kehilangan satu orang? didunia ini masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang belum diperlihatkan.

Baik Danny dan Nadia memang wajar saja memandangnya. Karena pasangan hidup memang misteri, tugas setiap orang hanyalah berencana, menjalaninya dan menanggapi hasilnya dengan bijak.

Ketika sedang berusaha, jangan meninggikan hasil! fokus saja demi dirinya dan buatlah yang terbaik baginya. Untuk segala kebersamaan dalam waktu yang lama harus dipertahankan dan disyukuri bukan untuk dipertanyakan nanti-nantinya. Segalanya perlu direncanakan namun tak perlu meletakkan diri pada bayangan kegagalan masa depan.

Jika Ia bertanya “Kalau memang nanti tidak bisa bersama bagaimana?

Maka jawablah “lalu untuk apa kebersamaan selama ini?”

Kata-kata yang Sebenarnya Salah, pernahkah Menggunakannya?

Berbagai macam kalimat diucapkan sesuai keadaan dan situasi. Kata-kata haruslah dari lubuk hati yang terdalam. Dalam keadaan tertentu pasti kata-kata menjadi bentuk kejujuran alias benar-benar dari yang diinginkan kepada seorang lainnya.

Tetapi memang sebagian orang tak menyadari bahwa beberapa kata-kata yang seharusnya terucap memang bukan begitu adanya. Meskipun tidak bermaksud begitu namun bagaimana jika lawan bicara menyadari letak kata-kata yang salah?

Berhati-hatilah dan perhatikan kata-kata yang terlontar. Karena kata-kata bisa memadamkan kesedihan, menyejukkan hati dan memunculkan prasangka. Perhatikanlah kata-kata sebagaimana memperhatikan lawan bicara terutama dalam hubungan.

Tentunya komunikasi dan hubungan jelas dekat dan erat. Tidak hanya bahasa untuk kebahagiaan dan lelucon dalam menghiburnya saja. Namun lebih dari itu, kata-kata dalam situasi yang rentan akan menentukan bagaimana selanjutnya.

“Aku minta maaf jika ada salah”

Apakah ini jelas salah? Ya, antara salah dan kurang tepat memang terasa walau sebagian tak menyadarinya. Lalu apa? Karena mengandung sebuah kata pengandaian ‘kalau’ yang dimana itu rancu.

Mengapa tak menggantinya dengan kata “aku minta maaf atas semua kesalahan” saja? Jelas sangat berbeda bukan antara kedua kalimat tersebut. Karena kalimat ‘aku minta maaf atas semua kesalahan’ berarti mengakui dan menyadari kesalahan serta meminta maaf.

“Bagaimana pun dirimu Aku menerima”

Kalimat ini disadari atau tidak memang agak bijak dan menerima pasangan apa adanya. Namun ini akan menjadi alasan seseorang untuk berbuat seenaknya Karena sudah merasa diterima oleh pasangannya.

Terlebih jika seseorang berbuat seenaknya , sementara pasangannya merasa tak nyaman dan seseorang itu hanya berilah “inilah Aku, Kamu menerimaku bukan?” Kalau sudah begini bagaimana?

Padahal lebih baik menggantinya dengan “Aku menerimamu dan Aku siap membimbingmu atas semua kekurangan” dan ia juga katakan padamu sebaliknya juga bukan? Ini menunjukkan bahwa seseorang memang tak sempurna namun saling memperbaiki dan berpasrah saja.

“Biar Aku yang menanggung semuanya”

Apa yang salah dengan kalimat itu? Ya karena pada dasarnya tanggung jawab itu berdua bukan sendiri. Pengorbanan lebih kepada keduanya bukan hanya sendiri. Jika hanya sendiri, itu lebih cocok dikatakan kesenjangan hubungan yang berbahaya.

Ubahlah kalimat menjadi “Kita akan melewati konsekuensi secara bersama-sama” supaya lebih baik dan masing-masing bisa berperan.

“Kalau Kamu sedih Aku pun bersedih”

Kesalahan kalimat tersebut ada kepada berpasrah pada keadaan ketika pasangan sedang bersedih. Mengapa? Jika Ia bersedih, maka jangan ikut bersedih melainkan hanya bersimpati saja bukan ikut-ikutan.
Sudah selayaknya jika Ia bersedih, maka hiburlah dan tetap berusaha membuatnya bahagia. Bukan dengan ikut-ikutan bersedih yang malah akan menambah energi kesedihan dalam hubungan. Ia akan malah khawatir dalam lingkup hubungan ini. Lebih baik menggantinya dengan “Seberapa banyak Kamu bersedih, Aku akan menghiburmu”. Karena Sudah selayaknya berperan untuk menghapus kesedihannya bukan dengan ikut berkabung dalam duka

“Apapun keputusanmu Aku mendukung!”

Apa yang salah? Bukankah ini baik? Jelas salah karena terkesan asal mendukung saja. Jika sudah dibicarakan jelas tak apa-apa. Namun jika langsung mendukung tanpa membantunya mempertimbangkan segalanya, maka tidak baik.

Bagaimana jika keputusan itu buruk baginya dan Kita asal mendukung saja? Karena mendiskusikan semuanya adalah aktif dalam membangun perhatian lebih. Tetapi memang Apapun hasilnya, saling mendukung adalah nilai lebih bagi suatu hubungan. Lebih baik ganti dengan “Kita akan putuskan bersama dan Aku mendukungmu!” bukan?

Segala maksud yang terucap, tertulis dan terkirim kepadanya memang bisa saja tak sama dengan apa yang Ia pikirkan. Karena kata-kata adalah media untuk memahami.

Ganti saja.

Lagi dan lagi

Bagaikan Deja Vu atau memang kenyataan yang berulang-ulang, semua ini layaknya dicekoki oleh kata-kata yang sudah ditemukan pada masa lalu. Entah pada 10 tahun yang lalu, 5 tahun yang lalu atau bahkan beberapa bulan yang lalu serta waktu-waktu dahulu. Entah juga kepada beberapa orang yang dahulu pernah mengisi kehidupan dan membisiki serta berteriak dengan kata-kata buaian.

Entah lah, mungkin kebosanan atas kepercayaan juga sudah memenangi duel dengan optimisme bahwa “semua itu berbeda” atau bahkan “masa lalu berbeda dengan masa depan, begitupun Dia”, itu semua terasa kosong. Jujur entah karena kedua telinga ini sudah bosan ataukah memang pengalaman yang memperlihatkan? atau mungkin saja karena kata-kata yang sama kemarin.

Berbagai macam susunan kata dari tiap-tiap mulut terucap. Di pagi hari, siang hari, malam hari sampai berganti dan berganti kembali akan tetap sama saja. Mencari suatu perbedaan belum juga menemukannya. Hingga sampai titik jenuh terlihat dan malah menemukan keputusasaan pada ujungnya.

Segala kalimat-kalimat yang belum atau mungkin penuh kebohongan seperti “I Love You” dan “In a sea of people, my eyes always search for you” atau “Being in love with you makes every day an interesting one” juga tak bisa menembus hati bahkan kedua telinga sekalipun.

Tidak adanya seorang pun yang meyakinkan membuat semakin jatuh kepada rasa ketidakyakinan. Hanya satu keinginan saja, pembuktian didepan mata. Tak usah banyak merongrong dan berbicara kembali. Percuma, bukan tak ingin mendengarnya namun lebih kepada sudah benar-benar tidak bisa merespon. Sehingga Ia yang nanti akan datang dengan ribuan bahkan jutaan kata yang Ia simpan tentunya akan berpikir sama saja. Atau bahkan jutaan kata tersebut hanya menyimpulkan satu kesimpulan saja.

Bisakah seseorang membawa satu saja pembuktian dibandingkan dengan jutaan kata-kata? tetapi berharap diantara kejenuhan memang sulit. Ditambah lagi karena pendengaran sudah kebal terhadap Mereka yang memanggil, mengajak bicara, menjanjikan harapan dan hanya pergi dan kembali berlalu-lalang sampai diri sendiri pun ditenggelamkan jenuh dalam jutaan kata-kata lagi dan lagi.

Rindu itu Fiktif tapi Pertemuan itu Nyata

Ribuan kata-kata rindu ataupun kangen itu nyatanya cuma bisa dirasakan. Apa yang dirasakan ketika seseorang bicara “I miss you so bad” terus-terusan bahkan berulang-ulang? Terasa sih namun apakah berwujud? Nyatanya 1000 kata rindu akan dikalahkan oleh 1 pertemuan.

Jelas saja, apakah kata-kata itu bisa melepas dahaga rindu? Belum tentu bahkan tidak sama sekali. Semua orang hanya bisa membalas “I miss you too ” saja alias terasa membosankan. Hanya di lirik lagu saja semua terasa indah. Kata-kata rindu itu cuma sekedar kumpulan huruf. Sedangkan rindu itu fiktif! Beraninya mengatakan rindu itu fiktif? Berani karena memang rindu itu cuma setengah ungkapan saja tanpa pembuktian.

Bisa saja Ia berbohong, bisa saja Ia cuma sekedar membalas atau bisa saja Ia rindu namun itu hanya bentuk ketidaksanggupan untuk bertemu. Pembuktian rindu yaitu dengan mewujudkan pertemuan. Dengan pertemuan, kedua insan bisa memuntahkan rasa rindu, bercerita dan menghilangkan jarak. Dengan bertemu segalanya bisa jadi nyata dan berulang. Tidak percaya? Bagaimana dengan ucapan “Aku rindu saat Kita pergi bersama, berharap Kita bisa pergi bersama lagi” seperti kalimat tersebut. Keduanya bisa mewujudkan kembali dengan pertemuan.

Kalau hanya dengan kata-kata itu semua hanya kata-kata saja. Kalimat rindu hanya akan terlihat seperti bualan alias angan-angan dan tidak akan berubah menjadi keinginan jika tak diwujudkan. Cara mewujudkannya dari fiktif kepada bentuk nyata adalah dengan pertemuan.

Kata rindu itu wajar karena hidup ada jarak, ada tempat yang berbeda dan keberadaan situasi yang memisahkan. Kadang sulit ditebak dan hasilnya cuma hanya bisa berkata rindu saja. Namun ini menegaskan bahwa tak ada yang lebih bernilai dari pertemuan. Semua pasangan yang menjalani LDR pun mengalaminya. Tanyakan pada Mereka tentang arti pertemuan. Semua pasti menjawabnya dengan sama.

Semua akan menjadi nyata ketika menjalani pertemuan. Bisa melihat wajahnya, tingkahnya serta bersama pada waktu yang sama. Pertemuan adalah suatu anugrah bagi Mereka semua yang sulit bertemu. Terhalang oleh ruang waktu yang rasanya mengesalkan. Untuk semua yang berjauhan, semoga Kalian bisa bertemu dan menjadi rindu nyata dalam pelukan.